Pada hari ini, dua puluh tujuh tahun yang lalu, ibuku melahirkanku. Kesunyian meletakkanku di hadapan dunia yang penuh dengan kebisingan, perbedaan, pertentangan dan peperangan. Kini aku telah menyaksikan siklus matahari sebanyak dua puluh tujuh kali. Adapun bulan, aku tak tahu entah sudah berapa kali ia mengitari bumi. Aku telah menempuh perjalanan tahunan bersama bumi, bulan, matahari dan bintang.
Namun meskipun demikian, aku sampai saat ini belum juga dapat mengetahui rahasia-rahasia di balik cahaya dan tidak juga dapat mengenal misteri yang tersimpan di dalam kegelapan.
Sejak dua puluh tujuh yang lalu, tangan zaman telah menggoreskan untukku sebuah makna di dalam buku alam kehidupanku. Setaip tahun, renungan, pemikiran dan kenangan hadir berdesak-desakan di dalam jiwaku seperti saat ini. Setiap tahun, prosesi hari-hari yang telah berlalu berhenti di hadapanku untuk mempertontonkan bayangan malam-malam yang telah aku lewati.
Pada hari ini, hadir di hadapanku makna-makna kehidupan masa lalu bagaikan sebuah cermin kecil. Aku hanya dapat melihat berlama-lama pada cermin itu, tapi tak ada yang bisa kulihat di cermin itu selain angan, impian serta harapan yang keriput laksana wajah seorang kakek-kakek.
Kemudian, aku menutup mataku dan melihat ke cermin itu sekali lagi, namun yang kulihat hanya wajahku. Aku kemudian melototiku wajahku, tapi aku tidak melihat apapun di wajahku selain kedukaan. Ketika aku mencoba berdialog dengan kedukaan itu, kudapati ia dalam keadaan membisu... diam seribu bahasa. Padahal jika ia dapat berbicara, aku yakin niscaya apa yang akan dikatakannya akan lebih manis dari yang kuduga.
Selama dua puluh tujuh tahun berlalu, aku telah banyak memikul kekejaman para penguasa yang tamak. Aku juga pernah menyaksikan buah tangan para penegak hukum yang selalu berbuat melampaui batasan moral.
Namun selalu saja orang-orang kuat itu dikalahkan oleh perjalanan hari dari waktu ke waktu.
Dalam dua puluh tujuh tahun, aku banyak merenungi kekejaman zaman terhadap kehidupan dan merasa prihatin terhadap mereka yang kemarin tidur di rumah dengan nyaman, tapi kini harus rela berdiri dari kejauhan, meratapi kota yang indah dengan rintihan perih dan ungkapan yang pahit.
Saat itu yang aku tau hanyalah bahwa zaman sedang mengantarkanku tuk menyaksikan proses terbaliknya harapan menjadi suatu keputus asaan,suatu kegembiraan menjadi kesedihan dan kenyamanan menjadi suatu siksaan.
Sebuah kenangan telah membuatku terdiam.
Itulah kehidupan, ada begitu banyak kejadian yang terpentaskan di atas permukaan bumi ini. Banyak hal yang membuatku bahagia dan berbagai macam pula hal yang memaksaku tuk tenggelam dalam duka.
Dalam perjalananku di dua puluh tujuh tahun ini, aku telah banyak mencintai, banyak hal yang kucintai tapi ternyata dibenci orang-orang, sedangkan hal-hal yang kubenci, ternyata itulah yang dianggap baik oleh orang-orang.
Tapi itulah mereka... aku tidak akan pernah bersedia meluangkan serta membuang banyak waktuku untuk memikirkan hal apa yang mereka lakukan, karena saat aku mulai melayani kehidupan mereka, maka tentu saja saat itu aku tengah tenggelam dalam sebuah kolam kebodohan.
Yang aku cintai saat ini akan tetap kucintai sampai aku mati, sebab menurutku cinta adalah segala sesuatu yang dapat kuperoleh dan tak seorangpun yang dapat menghilangkannya dariku.
Pada saat ini, aku hanya sanggup terdiam sambil mengenang kembali kehidupan masa lalu yang telah terlewatkan olehku, seperti diamnya pengembara yang sedang berhenti untuk melepaskan panas dan gerah setelah menempuh perjalanan yang panjang dan melelahkan.
Dalam diam, aku mencoba memandang ke setiap sudut kehidupanku, tetapi aku tidak melihat gambaran masa lalu yang menunjukkan kepada sang alam bahwa kehidupan tersebut pernah menjadi milikku.
Begitulah aku menghabiskan waktu dan usiaku selama dua puluh tujuh tahun. Malam dan siangku pergi susul menyusul, berjatuhan dari hidupku seperti daun-daun pepohonan yang berserakan tertiup angin di musim kemarau yang berkepanjangan.
Aku tak pernah mendapatkan apapun dalam musim demi musim di perputaran tahun-tahunku selain kebodohanku menjalani hidup selama dua puluh tujuh tahun ini.
Seperti itulah seorang Hasan Al Yamaani, manusia yang tak pernah memiliki daya dan upaya tanpa sentuhan dari tangan Si Penggenggam Alam Semesta dan tanpa bantuan do'a dari mereka yang ada dalam lembaran hidupku.
Tanpa ALLAH.. Dan tanpa kalian wahai sahabat dan saudaraku,.. aku bukan siapa-siapa...
Aku hanya seorang manusia yang akan menjadi tua dan akan mencapai kesempurnaan usia.
Kita hanyalah seseorang yang akan kembali kapada ALLAH S.W.T.
Insya ALLAH... !!! Bersama zaman, mari kita terus berjalan menuju kesempurnaan.
MOHAN DO'A & DUKUNGANNYA, SEMOGA ALLAH S.W.T DAN RASULULLAH S.A.W SENANTIASA ADA BERSAMA KITA UNTUK MENJADI PEMBIMBING DAN PENUNTUN UNTUK KITA DALAM MENAPAKI HARI-HARI YANG TERSISA DALAM PERJALANAN HIDUP INI, - AAMIIN -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar