Demi Allah, dunia ini dibanding akhirat ibarat seseorang yang mencelupkan jarinya ke laut, dan air yang tersisa di jarinya ketika diangkat, itulah nilai dunia (HR Muslim)

Kamis, 29 Juli 2010

Saat iman mulai lunglai, saat nafas-nafas nurani mulai tersengal meniti jalanNya, saat pencarian mutiara di dasar hati mulai terasa sia-sia, maka ingatlah "....Dialah (Allah) yg memperkuatmu dengan pertolonganNya dan dengan para mukmin." (QS. Al-Anfal:62) dan ingat pula "Sesungguhnya kita ini kuat dengan bantuan Allah, dan tidak akan pernah lemah selamanya karena pertolongan Allah.

Kita ini mulia karena Allah dan tidak akan hina selamanya karena Allah. Kaya karena Allah dan tidak akan fakir selamanya karena Allah. Kami ingin mengajarkan umat dengan sikap yang baru yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Kami ingin membina umat dengan akhlak Islam dan menuntun mereka dengan pola hidup Islam, agar umat bisa berjalan di belakang pemimpinnya yang paling agung, pemimpin yang paling mulia, Muhammad saw.." Untaian kata Ustadz Hasan Al-Banna.

Ku baca lalu ku maknai kata demi kata, kalimat demi kalimat, hingga rintik-rintik air bening menghiasi pelupuk mata, menilai diri dan menyadari bahwa aku masih sering menyerah di tengah komitmen aku harus berbuat..
Duhai Allah, kerdilnya diri ini di hadapanMu.

Wahai diri ingatlah bahwa hidup tak mengenal siaran tunda, pencarian hidup seorang mukmin adalah menuju Allah.. Mencari ridhaNya. "Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan."(QS.Al-Insyirah:5-6)
"Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat...." (QS.Al-Baqarah:45)

Wahai jiwa jangan bunuh benih-benih harap yang hadir, jangan mundur dari pentas realita hanya karena tak indah seperti keinginan, Istiqomahlah meski tak mudah. Sungguh janji Allah adalah sebuah kepastian..

Senin, 26 Juli 2010

Antara Aku Dan Tuhanku

ALLAAHU RABBI...

Aku masih ingat ketika aku baru pertama mengenalMu
Begitu murni semangat dalam nadiku
Kukhatamkan berpuluh buku, demi ingin dekat kepadaMu
Kusambangi majelis ilmu, demi mengharap haribaanMu
Kurangkai dengan rapi, tiap untai kata ustadz-uztadzku


Lalu kugenggam, kupancangkan dalam tiap hembusan nafas dan tiap aliran darahku.
Bersemayam bersama iman dan idealisme yang semakin mengawang di awan kebenaran.


Tapi Rabbi,
Semakin aku berdiri, mencintaiMu penuh harap.
MencintaiMu dengan cinta semisal malaikatMu.
Mencoba mencintai dengan segenap kepasrahan hatiku.
Mendamba menggapai cinta tertinggiMu.


Aku rasakan gelisah dalam hatiku
Tak jua ‘ku menemukan cinta setinggi itu.
Aku semakin gelisah, harapanku mengawang tinggi, namun kakiku lunglai menjejak bumi.
Hingga kudapati tubuhku bersembunyi, dalam hempas pasrah jurang kebingungan.


Wahai Rabbi,
Dalam kepungan pekat, aku mencoba mengais jalan kembali.
Merangkak, menghiba Rahmat dan HidayahMu.
Mencari tubuhku yang terhempas membiru.
Mencoba menegakkan segenap tulang, daging dan urat nadiku.


Wahai Rabbi,
Aku menghiba dan memohon kepadaMu:
Izinkan aku mencintaiMu semampuku, dengan segala kelemahanku.


Allahu Rabbi,
Aku tak sanggup mencintaiMu dengan kesabaran akan penderitaanku.
Semisal Ayyub yang sabar menghadapi rahmat sakitMu, semisal Yusuf yang rela dipenjara demi cintaMu.
Maka, izinkan aku mencintaiMu, lewat keluh kesah dan pengharapanku,
lewat tangis dan pengaduanku padaMu, atas sakit dan ketakutanku.


Allahu Rabbi,
Aku tak sanggup mencintaiMu dengan keikhlasan dan kerelaanku.
Semisal Abu Bakar yang menyedekahkan seluruh harta, dan hanya meninggalkan Engkau dan NabiMu bagi keluarganya.
Semisal Khadijah yang tulus mendukung nabiMu tanpa benci kehilangan perniagaan titipanMu.

Maka, izinkan aku mencintaiMu, lewat seratus dua ratus pemberianku,
pada tangan-tangan kecil yang terulur padaku, pada tubuh-tubuh renta
yang menadahkan tangan di pinggir jalan, pada lengan-lengan kurus yang berdiri kaku di pojok jembatan, pada sedikit makanan pada tetangga seberang jalan.


Allahu Rabbi,
Aku tak sanggup mencintaiMu dengan kekhusyukan shalatku.
Semisal sahabat nabiMu yang tiada terasa panah menembus tubuhnya, yang tiada merasa masjid runtuh di dekatnya.
Maka, izinkan aku mencintaiMu lewat shalatku yang kudirikan terbata-bata, hingga sering lepas ingatan pada masalah dunia.


Allahu Rabbi,
Aku tak sanggup mencintaiMu dengan dengan ingatan yang selalu memujaMu.
Semisal para rahib dan sufi, yang menghadirkan seluruh malamnya untuk bercinta dan bercerita kepadaMu.
Maka, izinkan aku mencintaiMu, lewat satu-dua rakaat lailku, lewat satu-dua sunah nafilahku, lewat desah kepasrahan tidurku.


Allahu Rabbi,
Aku tak sanggup mencintaiMu dengan mengingat penuh seluruh kalamMu.
Semisal hafidz dan hafidzah yang mampu menuntaskan kalamMu dalam satu putaran malam.
Maka, izinkan aku mencintaiMu, lewat selembar-dua lembar tilawah harianku, lewat lantunan seayat-dua ayat hafalanku.


Allahu Rabbi,
Aku tak sanggup mencintaiMu lewat teguhnya keimananku.
Semisal para syuhada yang menjual jiwanya demi jannahMu, semisal
nabi-nabiMu yang menghabiskan usia dalam keteguhan jalan dakwahMu.
Maka, izinkan aku mencintaiMu, dengan keterbatasan dakwahku,
dengan sedikit bakti dan pengorbananku, dengan sedikit waktu demi
tumbuhnya generasi baru.


Allahu Rabbi,
Aku tak sanggup mencintaiMu di atas segalanya hidupku.
Semisal Ibrahim yang rela kehilangan putra semata wayangnya, demi taat dan patuh pada perintahmu.
Maka, izinkan aku mencintaiMu dalam segalanya, dengan mencintai
keluargaku, dengan mencintai sahabat-sahabatku, dengan mencintai
seluruh makhlukMu.


Allahu Rabbi,
Izinkan aku mencintaiMu semampuku, agar cinta ini tulus dalam
hidupku, agar cinta ini mengalun dalam jiwaku, agar cinta ini mengalir di sepanjang nadiku, atas segala keterbatasanku.


Allahu Rabbi,
Izinkan aku mencintainya karena mencintaiMu, karena kecintaanku pada kalamMu.

Kamis, 15 Juli 2010

Mengenang Lelaki Tua Yang Penuh Jasa Dalam Kehidupanku

Ayah, kau telah kukafani dengan kain kafan yang bagus…
Masihkah kau memakai kafan itu ?

Ayah, aku telah meletakkan tubuhmu yang segar bugar dalam kubur…
Masih bugarkah tubuhmu hari ini ?

Ayah, orang alim mengatakan bahwa semua hamba besok ditanya tentang imannya, diantaranya ada yang bisa menjawab tetapi ada juga yang Cuma membisu….
Apakah ayah bisa menjawab atau hanya membisu ?

Ayah katanya kubur itu bisa dibuat menjadi luas atau sempit….
Bertambah luas ( taman kecil surga ) atau menjadi sebuah lubang dari lubang nereka
Bagaimana kubur ayah sekarang Taman surga ataukah lubang neraka ?

Ayah, katanya liang kubur itu biasa menghangati seperti pelukan ibu kepada anaknya, tetapi bisa juga merupakan lilitan erat yang meremukkan tulang-tulang…
Bagaimana tubuh ayah sekarang ?

Ayah orang shaleh mengatakan, orang dikebumikan itu ada yang menyesal mengapa dulu semasa hidupnya tak memperbanyak amal bagus, justru menjadi pendurhaka dan banyak melakukan maksiat…
Ayah yang ingin kutanya, apakah engkau termasuk orang yang menyesal karena perbuatan maksiat atau menyesal karena sedikit melakukan amal kebagusan ?

Ayah, ku rindu dengan prinsip dan pandangan hidupmu. Semua yang telah kau berikan tentang disiplin, harga diri, kejujuran sangatlah berguna dalam kehidupanku. Masih teringat kita sering diskusi hingga larut malam walau kadang ada beda pendapat. Ku sebagai anak, belum banyak membalas kasih dan jasamu, hanya Do'a yang teriring dalam sujudku.

Ayah, dulu setiap aku memanggilmu engkau selalu menjawab tetapi kini engkau kupanggil-panggil tak lagi mau menjawabku. Kini engkau telah berpisah denganku dan tak akan berjumpa sampai hari Qiamat.

Semoga ALLAH SWT tak menghalangi perjumpaanku denganmu.


LANGKAH BARU :

Waktu terus berganti, semua telah ku lewati, perjalanan yang panjang seolah tiada berakhir, tinggalkan semua memori serta cerita masa lalu saat bersamamu... Seribu Ma'afku lepaskan bayangmu, demi jejakkan langkah baru dalam kehidupanku.


Hidup adalah permainan, tapi jangan pernah mau jadi mainan untuk kehidupan,
Hidup adalah sandiwara, tapi jangan jalani hidup ini dengan sandiwara,
Hidup adalah perjuangan, maka perjuangkanlah kehidupan ini, karna dia memang layak diperjuangkan.
Sebab dalam kehidupan terdapat sesuatu yang sangat istimewa yaitu Cinta.
Dan yang lebih istimewa bagiku adalah karena cinta itu kudapati dari dirimu, Ayah... Selamat jalan...

Good bye My Father.. I LOVE YOU & I MISS YOU... Forever.

Senin, 21 Juni 2010

Aku Bangga Menjadi Anakmu

IBU : Engkau mata air kehidupanku.

Ibu, suatu hari aku menyaksikan engkau begitu kurus dan lelah ketika baru saja melahirkan dan merawat adik bungsuku. Lalu aku menelusuk kedalam hatiku dan bertanya disana : Bagaimanakah lelahnya engkau ketika baru saja melahirkan kami berdua... anak kembarmu ??? Pasti lebih berat dari ini bukan ?

Dengan penasaran aku memintamu bercerita tentang masa kecilku. Dengan terbata-bata engkau mengingat memori belasan tahun yang lalu itu. Engkau mencuci kiloan meter dari rumah kita, karena sumber mata air langkah pada saat itu. Ketika salah satu dari kami menangis, seseorang datang memanggilmu.

Mau tak mau, sejenak engkau menghentikan cucian baju kotor kami dan kembali ke rumah mendiamkan kami sampai kami tertidur lagi, hingga engkau pun kembali lagi menyelesaikan cucian itu.

Aku tertegung mendengarnya, begitu besar jasa engkau kepada kami. Diam-diam aku berihktiar di dalam hati, takkan ada yang bisa membawaku kepelaminan tanpa restumu Ibu, takkan terputus ikatan kita Ibu walaupun terpisah jarak.

Ibu... Engkau mata air kehidupanku, engkau matahari yang menerangi duniaku.
Murkah Allah terletak pada murkahmu, Ridho Allah terletak pada Ridhomu.

Wanita merupakan pelambang kemunafikan, mengawali datangnya sebuah kehancuran, perusak sebuah keharmonisan, menghadirkan runtuhnya akan kejayaan dan melahirkan berbagai kekejian.
Namun tak pernah dapat kupungkiri bahwa : Wanita merupakan wujud lain keindahan yang slalu membawa kedamaian, membuktikan akan adanya anugerah dari Sang Pencipta, membimbing langkah para pejaya, melahirkan era serta nama dan wanita itu adalah... IBU
===================================================


AYAH : Engkaulah yang mengiringiku tumbuh.

Engkaulah sekolah pertamaku, darimulah ilmu kugali dan dari kegemaranmulah membaca menurun padaku. Dikala mati lampu, engkau mengusir sunyi dengan cerita-ceritamu tentang perjuangan nenek moyang kita melawan penjajah di tanah air.

Engkaulah yang mengajariku memahami arti dibalik puisi-puisi. Sungguh engkau mata air tempatku menimbah ilmu. Engkaulah yang mengajariku pertama kali bersepeda dan bermotor. Engkaulah yang menanam puluhan benih buah-buahan di pekarangan rumah kita hingga aku bisa memetiknya ketika musim buah tiba.

Engkaulah yang selalu mengunjungiku ketika masih bersekolah, engkaulah yang mengantarkanku ketika pertama kali melepasku hijrah ke kota ini. Selalu ada cinta dalam diammu, kutahu itu dari wajahmu yang menemaniku bertumbuh.

Ayah, ku rindu dengan prinsip dan pandangan hidupmu. Semua yang telah kau berikan tentang disiplin, harga diri, kejujuran sangatlah berguna dalam kehidupanku. Masih teringat kita sering diskusi hingga larut malam walau kadang ada beda pendapat. Ku sebagai anak, belum banyak membalas kasih dan jasamu, hanya Do'a yang Insya ALLAH akan senantiasa teriring dalam sujudku.

Sayangilah Ayahmu seperti engkau menyayagi Ibumu.


JIKA CATATAN INI BERMANFAAT, SILAHKAN DICOPY - PASTE & INSYA ALLAH, MOHON DIBAGIKAN...!!!

Rabu, 05 Mei 2010

Jalan Kecil Menuju Kebahagiaan

1. Memusatkan perhatian pada kebaikan dalam diri orang lain.
Sebab hidup bagaikan sebuah lukisan : Untuk melihat keindahan Lukisan yang terbaik sekalipun, lihatlah ia di bawah sinar yang terang, bukan di tempat yang tertutup dan gelap.

2. Tiidak menghindari kesulitan.
Dengan memanjat bukit, bukan meluncurinya, kaki seseorang tumbuh menjadi kuat.

3. Melakukan sesuatu untuk orang lain.
Air yang tak mengalir tidak berkembang. Namun, air yang mengalir dengan bebas selalu segar dan jernih.

4. Belajar dari orang lain dan bukan mencoba menggurui mereka.
Semakin anda menunjukkan seberapa banyak Anda Tahu, semakin orang lain akan mencoba menemukan kekurangan dalam pengetahuan anda.
Mengapa bebek disebut BODOH ??? Karena Bebek terlalu banyak berCUAP-CUAP.

5. Kebaikan hati : memandang orang lain.
Sebab, Setiap Ciptaan adalah Milik ALLAH, dan semuanya sama, yang membedakan mereka hanyalah Amal Pahala.
Tertawa, bersama orang lain, sebagai sahabat... dan bukan menertawakan, sebagai Hakim.

6. Tidak sombong.
Bila anda menganggap orang lain itu penting, maka anda akan memiliki sahabat ke manapun anda pergi.
Ingatlah bahwa musang yang paling besar akan mengeluarkan bau yang paling menyengat.

7. Memberikan cinta dan kasih sayang kepada orang lain secara bebas dan lepas.
Tidak meminta orang lain untuk mencintai dan mengasihinya terlebih dahulu.
Bermurah hatilah seperti mentari yang memancarkan sinarnya tanpa terlebih dahulu bertanya "Apakah Orang-orang patut menerima Kehangatannya ???".

8. Menerima apapun yang datang dan selalu mengatakan Kepada diri sendiri "AKU BEBAS DALAM DIRIKU".

9. Membuat orang lain bahagia.
Padang rumput yang penuh bunga membutuhkan pohon-pohon di sekelilingnya, bukan bangunan-bangunan beton yang Kaku.
Kelilingilah padang hidup anda dengan kebahagiaan !!.

10. Menerima orang lain sebagaimana adanya.
Betapa akan membosankannya hidup ini jika setiap orang sama. Bukankah taman pun akan tampak janggal bila semua bunganya berwarna Ungu ???

11. Menjaga agar hati anda terbuka bagi orang lain dan berbagi pengalaman-pengalaman hidup.
Sebab, Hati laksana sebuah pintu rumah, cahaya matahari hanya dapat masuk bilamana pintu rumah itu terbuka lebar.

12. Memahami bahwa persahabatan jauh lebih berharga daripada barang ; lebih berharga daripada mengurusi urusan sendiri, lebih berharga daripada bersikukuh pada kebenaran dalam perkara-perkara yang tidak prinsipil.

Sabtu, 01 Mei 2010

Jikalah DERITA akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa,
Sedang KETEGARAN akan lebih indah dikenang nanti.

Jikalah KESEDIHAN akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa tidak DINIKMATI saja,
Sedang ratap tangis tak akan mengubah apa-apa.

Jikalah LUKA dan KECEWA akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa,
Sedang KETABAHAN dan KESABARAN adalah lebih utama.

Jikalah KEBENCIAN dan KEMARAHAN akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti diumbar sepuas jiwa,
Sedang MENAHAN DIRI adalah lebih berpahala.

Jikalah KESALAHAN akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti tenggelam di dalamnya,
Sedang TAUBAT itu lebih utama.

Jikalah HARTA akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti ingin dikukuhi sendiri,
Sedang KEDERMAWANAN justru akan melipat gandakannya.

Jikalah KEPANDAIAN akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti membusung dada dan membuat kerusakan di dunia,
Sedang dengannya manusia diminta MEMIMPIN dunia agar sejahtera.

Jikalah CINTA akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti ingin memiliki dan selalu bersama,
Sedang MEMBERI akan lebih banyak menuai arti.

Jikalah BAHAGIA akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dirasakan sendiri,
Sedang BERBAGI akan membuatnya lebih bermakna.

Jikalah HIDUP akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka,
Sedang begitu banyak KEBAIKAN bisa DICIPTA.

Suatu hari nanti, SAAT SEMUA TELAH MENJADI MASA LALU aku ingin ada diantara mereka, Yang beralaskan di atas permadani sambil bercengkerama dengan tetangganya, Saling bercerita tentang apa yang telah dilakukannya di masa lalu, Hingga mereka mendapat anugerah itu.

”Duhai kawan, dulu aku miskin dan menderita, namun aku tetap berusaha senantiasa bersyukur dan bersabar. Dan ternyata, derita itu hanya sekejap saja dan cuma seujung kuku, di banding segala nikmat yang ku terima di sini.”

”Wahai kawan, dulu aku membuat dosa sepenuh bumi, namun aku bertobat dan tak mengulangi lagi hingga maut menghampiri. Dan ternyata, ampunan-Nya seluas alam raya, hingga sekarang aku berbahagia.”

Suatu hari nanti, KETIKA SEMUA TELAH MENJADI MASA LALU, aku tak ingin ada di antara mereka, yang berpeluh darah dan berkeluh kesah, andai di masa lalu mereka adalah tanah saja.

”Duhai! Harta yang dahulu ku kumpulkan sepenuh raga, ilmu yang ku kejar setinggi langit, kini hanyalah masa lalu yang tak berarti. Mengapa dulu tak ku buat menjadi amal jariah yang dapat menyelamatkan ku kini?”


”Duhai! nestapa, kecewa, dan luka yang dulu ku jalani, ternyata hanya sekejap saja dibanding sengsara yang harus ku arungi kini. Mengapa aku dulu tak sanggup bersabar meski hanya sedikit jua?”

Jumat, 30 April 2010

Menjadi Orang Biasa Yang Sederhana

Ini bukanlah puisi, tapi sekedar renungan dari gelisahnya hati, tentang harta pinjaman yang Allah titipkan pada kami ..

Apalagi yang harus dicari di dunia, selain mempersiapkan bekal menuju kesana?
Aku takut berlimpahnya harta akan menyilaukan mata dan hatiku.
Takut nyamannya rumah dan kendaraan membuatku tak lagi mampu meletakkan harta di tangan, tapi telah jauh meracuni hatiku.
Dan aku sungguh takut dengan ujian harta ini.

Aku bukan tak ingin kaya.
Juga tak ingin hidup miskin.
Aku hanya ingin memilih selalu hidup sederhana.
Aku ingin menjadi orang biasa.

Biarlah rumah kami begini, apa adanya, asal keluargaku dapat berteduh dan beristirahat, terhindar dari panasnya matahari dan basahnya hujan. Rumah model kampung dan tak mengikuti tren arsitektur terbaru. Tak harus mewah, tak harus terlihat indah dan artistik.

Aku malu pada Rasul yang hanya tidur di atas tikar kasar tiap harinya, sementara di rumahku tersedia kasur spring bed yang kadang terlalu memanjakan penggunanya sehingga terlambat sholat berjamaah.

Aku malu pada Syekh Ali Ghuraisyah, yang hanya menjadikan krak botol minuman yang ditutup sehelai kain lusuh untuk meja dan kursi tamunya. Sementara di rumahku ada beberapa kursi, meskipun kuno dan bukan sofa, yang cukup enak diduduki.

Aku malu pada Usamah Bin Ladin, yang tak memiliki satu buah furnitur pun di rumah keempat istrinya, sementara untuk amal sosial dengan mudah dia akan mengeluarkan cek senilai ratusan juta dollar.

Mereka bukan orang miskin, tapi mereka adalah orang-orang yang memilih untuk hidup sederhana.

Biarlah kendaraan kami biasa saja, sepeda motor yang sudah cukup berumur dan mobil kuno 1990-an yang sudah berkarat di beberapa sisinya. Asal dengan itu telah mampu membantuku beraktivitas dan menghemat banyak hal dalam perjalanan.

Aku malu pada Rasul dan Abu Bakar, yang menempuh perjalanan Makkah-Madinah dengan berjalan kaki, padahal mudah bagi beliau untuk meminta diperjalankan oleh Allah dengan Buraq sekalipun.

Aku malu pada Syekh Hasan Al-Banna & Syaikh Umar Tilmisani, yang lebih memilih naik kereta kelas ekonomi untuk berdakwah di seantero Mesir, meski secara finansial sangat mampu untuk naik kereta kelas di atasnya.

Aku malu pada pemuda Taufiq Wa’i, yang tak mau hanya sekedar naik taxi seperti saran bunda Zainab Al-Ghazali, karena khawatir tak mampu menyikapi fasilitas itu dengan benar.

Biarlah kemana-mana aku ingin naik angkutan umum kelas ekonomi, selagi fisik mampu diajak berkompromi. Bukan naik taxi atau kelas eksekutif. Bukan karena sayang mengeluarkan uang, tapi sungguh bersama orang-orang berbagai tipe di kelas ekonomi itu, banyak pelajaran yang dapat kuambil, dan itu mampu melembutkan hati.

Biarlah aku memiliki baju secukupnya saja, tak harus mengikuti model terbaru. Yang penting masih utuh dipakai dan cukup pantas dilihat orang. Aku takut menjadi penganut paham materialis, berburu berbagai koleksi baju, kerudung, tas, alat tulis, perlengkapan elektronik... bukan karena perlu tapi hanya sekedar ingin.

Aku malu pada khalifah kelima, Umar bn Abdul Aziz, yang setelah menjadi khalifah justru memilih jenis pakaian yang paling kasar dan paling murah pada pedagang yang sama, hingga membat takjub si pedagang karena sebelumnya sang Umar adalah seorang yang sangat memperhatikan penampilan.


Aku bahagia, saat melihat pak NN dengan istri dan ke-6 anaknya yang kecil-kecil dapat berteduh di salah satu rumah kami tanpa bayar sejak 8 tahun lalu. Jujur, melihat kehidupan perekonomian mereka yang makin membaik, kadang tergoda untuk mulai menerapkan prinsip ’profesional’ dengan perjanjian sewa.

Tapi, Astaghfirul-Lah.. kembali kutepis keinginan itu. Mungkin, justru lewat wasilah doa-doa tulus pak NN-lah, Allah selalu memberikan rezki yang berlebih padaku dan keluarga. Ya Rabb, biarkanlah rumah itu menjadi ladang amal pintu pembuka rahmatMu bagi kami.

Aku bahagia, meski piutang-piutang kami untuk berbagai keperluan pada beberapa orang tak kunjung terbayarkan sampai berbilang tahun bahkan berpuluh tahun. Aku pun tak ingat lagi persis jumlah nominalnya. Aku percaya, mereka semua bukan tak mau membayar, tapi belum mampu membayar.

Tentu mereka malu untuk tiap waktu hanya menghubungi lalu mohon maaf dan meminta penangguhan waktu pembayaran. Mereka juga manusia, yang memiliki izzah. Biarlah, mungkin mereka butuh waktu. Mungkin Allah sedang mengajarkan arti ikhlas pada kami. Biarlah, kalau memang ternyata sampai nanti pun tak mampu terbayarkan, Allah yang akan menggantinya dengan yang lebih baik. Insya Allah....

Bahkan, mungkin dari mulut-mulut merekalah, teman-teman yangn membutuhkan itu, meluncur doa-doa ikhlas untuk kami sekeluarga, yang langsung didengar Allah di Arsy sana, hingga Allah berikan kemudahan rizki pada kami.

Aku ingat, salah seorang teman yang sudah cukup lama berhutang sekian juta, demi mengetahui bahwa aku akan menunaikan ibadah haji beberapa tahun lalu, dia mengirim sms: "Semoga hajimu mabrur ya Ning. Jangan lupa aku titip doa, doakan aku agar semua masalahku terangkat, kehidupanku menjadi lebih baik, dan aku dapat segera menunaikan kewajibanku pada kalian yang sudah tertunda sekian tahun.

Aku malu sebetulnya bicara begini. Tapi aku tahu, kalian bisa menerima dengan lapang".
Hiks, sungguh aku terharu dan menetes air mataku membaca sms itu.

Ya Allah, Alhamdulillah
telah Kau berikan rizki padaku dan keluargaku, lebih dari yang kami butuhkan.
telah Kau karuniai aku dengan suami sholeh, yang selalu mengingatkanku tentang amanah harta dan anak.
telah Kau anugerahi aku anak-anak soleh solehah yang mampu menjadi penyejuk hati.
telah Kau berikan padaku ilmu yang mempermudahkanku menjemput rizkiMu

Ya Allah, mudahkanlah kami untuk selalu berbagi, melalui rizki yang Kau titipkan pada kami.

Hindarkan dari hati kami orientasi selalu mencari keuntungan duniawi.
Ijinkan dan biarkanlah sebanyak mungkin orang dapat ikut menikmati rizki ini.
Kami ingin setiap rupiah yang mengalir lewat tangan kami, juga bermanfaat untuk saudara-saudara kami.

Sayup-sayup, kudengar refrain nasyid Antara Dua Cinta-nya Raihan

Tuhan, leraikanlah dunia, yang mendiam di dalam hatiku, karena disitu tidak ku mampu, mengumpul dua cinta.
Hanya cintaMu, kuharap tumbuh.... diibajai bangkai dunia yang kubunuh ...




KACAMATA KESEDERHANAAN

Kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan adalah hati yang selalu merasa cukup. (HR. Bukhari Muslim)

Kacamata ini tidak bisa dibeli dan memang tidak dijual. Namun dengan kacamata ini pandangan anda mengenai dunia akan semakin indah dan terbuka. Tidak perlu mengeluarkan uang bila ingin memilikinya yang anda perlukan hanya keinginan kuat untuk belajar sebuah ilmu untuk kemudian ‘siap’ untuk berubah.

Kesederhanaan dalam definisi materi tentu saja tidak boros. Adil, membelanjakan rizki secara proporsional bahkan menekan seefisien mungkin. Punya banyak daya beli namun tidak membeli banyak sesuatu yang tak perlu. Kesederhanaan yang ini benar-benar mengikuti aturan Islam seperti sesuai dengan Firman Allah dalam Surat Al-Isra ayat 26-27:

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” [QS.Al Isra (17):26-27]

Namun percayalah kacamata kesederhanaan membawa kita lebih dari itu. Kacamata kesederhanaan senantiasa membawa sifat syukur. Memandang terlebih dahulu apa yang sudah terasakan baru bisa melihat kelebihan.

Bukankah kita sudah bosan menjadi orang yang bosan dengan handphone yang dirasa kuno? Atau lelah dengan motor yang selalu mogok? Atau pasrah dengan otak yang tak sepintar teman sebelah?

Tak ada cara lain selain menjawab semua pertanyaan tersebut selain memandang hidup penuh kesederhanaan.



Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Itulah yang akan membuat seseorang tidak memandang remeh nikmat Allah karena dia selalu memandang orang di bawahnya dalam masalah harta dan dunia. Ketika dia melihat tetangganya memiliki rumah mewah dalam hatinya mungkin terbetik, “Rumahku masih kalah dari rumah tetanggaku itu.”

Namun ketika dia memandang pada orang lain di bawahnya, dia berkata, “Ternyata rumah sifulan dibanding dengan rumahku, masih lebih bagus rumahku.” Dengan dia memandang orang di bawahnya, dia tidak akan menganggap remeh nikmat yang Allah berikan. Bahkan dia akan mensyukuri nikmat tersebut karena dia melihat masih banyak orang yang tertinggal jauh darinya.

Berbeda dengan orang yang satu ini. Ketika dia melihat saudaranya memiliki Blackberry, dia merasa ponselnya masih sangat tertinggal jauh dari temannya tersebut.

Akhirnya yang ada pada dirinya adalah kurang mensyukuri nikmat, menganggap bahwa nikmat tersebut masih sedikit, bahkan selalu ada hasad (dengki) yang berakibat dia akan memusuhi dan membenci temannya tadi. Padahal masih banyak orang di bawah dirinya yang memiliki ponsel dengan kualitas yang jauh lebih rendah.

Inilah cara pandang yang keliru. Namun inilah yang banyak menimpa kebanyakan orang saat ini.

Bersyukur dulu bahwa handphone yang sama telah membawa kita pada banyak silaturahmi yang terputus jarak dan waktu. Lalu berpikir seandainya memaksakan diri membeli yang lebih canggih mampukah/butuhkah? kita menggunakannya sesuai manfaatnya? Sungguh tak bisa dipercaya mendengar bahwa orang yang selalu menciptakan handphone tercanggih adalah orang yang menggunakan handphone kuno dan hanya berfungsi untuk menelpon dan SMS saja.

Motor mogok bukan juga alasan untuk lelah bila kita berpikir bahwa sebelumnya kita pasti pernah menggunakan transportasi umum yang setiap pagi berkejaran dengan waktu serta asap knalpot. Bahkan seandainya mau duduk sebentar dengan kakek nenek kita pastilah kita malu bahwa mereka pernah melintasi gunung hanya demi sekolah atau mencari pekerjaan.

Lebih disesali bila memang kita pasrah pada kondisi kita tak mau belajar. Kepintaran itu bukan karunia melainkan usaha. Software yang ada di otak untuk menyerap informasi sama seperti otak semua orang, bedanya orang pintar memaksimalkan semua indra-nya untuk mencari ilmu baru.

Sederhanakan cara berfikir kita bahwa tak selalu orang yang lebih pintar adalah orang yang berani nyogok dosen atau les di tempat-tepat mahal. Siapa tahu mereka menyedikitkan waktu tidurnya untuk belajar. Dengan memandang demikian bukan tidak mungkin kita ikut termotivasi untuk menirunya. Berkat ke-positifan kita berpikir dunia akan lebih indah.

Semakin kita pandai memandang betapa dunia ini memberi kita lebih dari yang kita harapkan maka dapat dikatakan anda sudah pandai mengatur diri penuh kesederhanaan. Hanya persoalan waktu kita akan semakin menyadari bahwa kesederhanaan membawa segala kemewahan.

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih" [QS.Ibrahim (14):7]